Pada awalnya yang pertama muncul
adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Sehingga
dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater
scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu
seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini
menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.
Filsafat
dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi,
baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir
ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi
dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa
manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir
dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi.
Maka Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu
pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu pengetahuan ilmiah).
Ilmu merupakan satu di antara hasil dari
usaha manusia untuk memperadab dirinya. Lebih dari seribu tahun, lewat berbagai
zaman dan kebudayaan ketika manusia merenung dalam-dalam tentang apa arti menjadi seorang manusia, secara lambat laun
mereka sampai pada kesimpulan bahwa mengetahui kebenaran adalah tujuan yang
paling utama dari manusia. Perkembangan ilmu pada waktu lampau dan sekarang
merupakan jawaban dari rasa keinginan manusia untuk mengetahui kebenaran.
Tetapi masih terdapat jarak yang jauh antara akhir tujuan itu dan posisi
sekarang. Ilmu meliputi baik pengetahuan bauk cara yang di kembangkan manusia
dalam mencapai tujuan tersebut. Baik pengetahuan (yang merupakan produk ilmu)
maupun cara (proses ilmu) terdiri dari berbagai jalan dan langkah.
Metode-metode keilmuan telah dikembangkan untuk membimbing kita dalam
perjalanan ini.
Ilmu dapat dianggap seabagai suatu
sistem yang menghasilkan kebenaran seperti juga sistem-sistem yang lainnya yang
saling berhubungan satu dengan lainnya. Komponen utama dari sistem ilmu yaitu
perumusan masalah, pengamalan daan deskripsi, penjelasan, ramalan dan kontrol.
A.
Metode
Keilmuan
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Dewasa ini,
terorbit banyak metode ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam usaha pencarian
kebenaran ilmu. Metode-metode tersebut senantiasa baru sambil disesuaikan
dengan tuntutan dan dinamika zaman yang terus berubah. Walaupun bervariasi
keseluruhan metode itu tetap konsisten pada ikhtiar untuk memperoleh hasil
akhir pengetahuan yang berkarakter ilmiah. Oleh karena itu, kita akan melihat
metode ilmiah yang bersifat umum dan metode penyelidikan khusus di bidang
ilmiah (Fios, 2013: 70-71).
B.
Perumusan
Masalah
Penyelidikan
ilmiah model apapun biasanya diawali dengan perumusan masalah secara tepat dan
jelas. Rumusan itu hendaknya terbentuk pertanyaan sebagai pegangan bagi ilmu
dalam mencari data. Jika masalah tidak dirumuskan dengan baik dipastikan
seorang peneliti atau ilmuwan akan mengalami disorientasi dalam melakukan
aktivitas keilmuannya (Fios, 2013: 69).
Sering dikatakan bahwa hal yang paling
penting dalam penelaahan keilmuan adalah perumusan masalah dengan baik. Dalam
sejarah ilmu, kemajuan yang penting sering terjadi disebabkan orang merumusakan
masalah yang lama dalam perumusan baru dalam usahanya untuk mencari pemecahan
yang lebih baik. Akan tetapi, kita tidak tahu dengan tepat memilih masalah yang
berguna dalam ilmu. Masalah ini merupakan satu di antara segi yang kurang
dimengerti dalam menelaah keilmuan. Walaupun begitu, kita harus menyadari bahwa
tidak semua masalah adalah tempat bagi ilmu. Umpamanya, “apakah bulan terbuat
dari keju hijau ?” jelas bukan suatu masalah yang tepat dianggap oleh para
ilmuan telah dirumusakan secara baik, maupun bahwa asaalh itu secara keilmuan
ada gunanya. Perkembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini dapat memberi kita
pengarahan mengenai karakteristik dan cara pemilihan masalah keilmuan.
Satu cara yang biasaya dilakuakan dalam
menemukan dan merumuskan masalah dalam persepsi kita untuk menghadapi kesulitan
tertentu. Kita bisa merasakan, umpamanya bahwa kita mengalami kesukaran ketika
pulang pergi ke tempat pekerjaan dan kita pun mulai merumusakan masalah
pengangkutan, atau mungkin kita melihat adanya kontradiksi dari dua orang
ilmuan bagi kita yang merupakan masalah. Kita melihat adanya perebedaan antara
hal-hal yang kita percayai dengan apa yang kita lihat atau kita mencatat
adanaya kenaikan harga dan bertanya-tanya; di mana pertanyaan ini merupakan
masalah.
Merasakan adanya kesukaran juga bisa
terjadi bila kita ingin melakuakan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan. Bisa
saja terjadi bahwa kita tidak mampu mengidentifikasikan sebuah objek atau
sirkulasi yang menarik perhatian kita. Kesukaran yang bisa dirasakan sendiri
bila kita ingin mengerti seseorang namun tak dapat melakukannya, umpamanya,
seperti hal yang mungkin terjadi antara oarng tua dan anaknya yang sedang
remaja. Kesulitan seperti ini dapat kita rasakan bila kita menghadapi suatu
kejadian yang tidak diharapkan seperti depresi ekonomi yang mengancam umat
manusia.
Masalah yang spesifik kebanyakan
ditemukan oleh para ilmuan sendiri. Satu di antara syarat utama dalam hubungan
antara ilmuan dengan masalah yang sedang dihadapi adalah bahwa dia menyimpan
perhatian yang sangat besar kepada masalah tersebut. Sayang sekali, sejarah ilmuan ditandai dengan banyaknya
peneliti yang kurang menyimpan minat kepada masalah yang sedang ditelitiya.
Defenisi yang tepat minat terhadap masalah yang sedang dihadapi adalah sukar
untuk disusun. Walaupun begitu dapat kita katakan bahwa karya ilmuan yang
terbaik biasanya ditandai dengan api kastrad yang menyala-nyala yang menyinari
ilmuan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
1.
Persyaratan
masalah keilmuan
Ciri yang ideal dari masalah keilmuan
adalah bahwa masalah itu penting. Masalah keilmuan mungkin penting disebabkan
karena beberapa hal. Pertama, maslah itu penting karena dalam pemecahanya
berguna. Masalah keilmuan adalah penting bila masalah menghubungkan masalah
dalam satu kesatuan pengetahun yang sebelumnya dianggap berdiri sendiri.
Penilaian suatu masalah itu penting atau
tidaknya masih merupakan suatu yang bersifat individual dalam ilmu disebakan
karena kita belum mempunyai aturan yang spesifik tentang perumusan masalah.
Para ilmuan biasanya meneliti masalah yang menurut anggapan mereka adalah
penting. Kebanyakan dari mereka membiarkan dari orang lain mengerjakan dari apa
yang dianggapnya penting. Ilmu bersifat demokratis dalam berbagai hal seperti
juga tampak dalam keadaan di atas.
Setiap orang merdeka untuk menempuh
jalanya sendiri asalkan tujuannya adalah kebenaran dan ia mengikut prosedur
yang berlaku dalam kegiatan keilmuan. Beragam-ragam masalah yang dikerjakan
dalam ilmu seperti juga beragam-ragamnya para ilmuan yang berkarya dalam bidang
keilmuan, akan menjamin bahwa setiap masalah yang penting akhirnya akan
dikerjakan oleh seseorang. Kiranya tampak dengan jelas bahwa ilmu berkembang
kesemua jurusan.
Ciri yang lain dari sebuah masalah dalam
ilmu adalah bahwa masalah itu mesti dapat dijawab dengan jelas atau dengan
perkataan lain bahwa sebuah masalah tidak dapat dirumusakan sedemikian rupa
sehingga beberpa pun jumlah jawaban yang diberikan akan tetap memenuhi syarat.
Ciri selajutnya dari masalah keilmuan adalah bahwa tiap jawaban terhadap setiap
permasalah itu mesti dapat diuji oleh orang lain. Artinya tiap ilmuan yang
mengajukan pertanyaan yang mana akan mendapatkan jawaban yang sama pula.
2.
Ciri-ciri lain
dari masalah keilmuan
Sebuah masalah keilmuan juga harus
dirumuskan sedikian rupa sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif.
Objektif artinya bahwa data dapat tersedia untuk menelaah keilmuan tanpa ada
hubungannya dengan karakteristik individual dari seorang keilmuan.
Ciri yang paling penting dari maslah
keilmuan adalah bahwa masalah itu harus dapat dijawab lewat penelaahan keilmuan
di mana tersedia data secara nyata atau secara potensial. Pertanyaan seperti
“apakah yang akan terjadi apabila setiap orang mempunyai 1 juta Dolar ?” belum
cocok untuk kegiatan keilmuan saat ini. Tidak mungkin bagi kita untuk melakukan
penelitian untuk menjawab pertanyaan ini. Namun harus dilandaskan bahwa
tidaklah berarti semua pertanyaan yang bersifat spekulatif adalah tidak
penting, sebab sering sekali terjadi bahwa masalah seperti itu justru memang
penting. Umpannya, “apakah negara-negara yang dalam zaman modern mampu hidup
tanpa peperangan ?” jelas merupakan masalah yang peting bagi seluruh
kemanusian, namun karena masalah ini tidak bisa dibentuk sedemikian rupa
sehingga penelitian empiris dapat menjawabnya, maka hal ini tidak dapat dianggap
sebagai pertanyaan keilmuan yang telah dirumusakan secara baik.
Masalah keilmuan juga harus mengandung
unsur pengukuran dan definisi dari variabel yang terdapat dalam masalah
tersebut. Jika hal ini tidak dicantumkan secara eksplisit maka keadaan ini merupakan
kekurngan dari suatu maslah keilmuan dalam dua hal. Pertama, tanap adanya
ukuran dan definisi maka orang lain tidak dapat menguji hasilnya. Kedua, ilmu
tidak mengizinkan pengukuran dan definisi yang bersifat pribadi dari seorang
keilmuan.
Perumasan masalah merupakan titik tolok
dari penelaahan keilmuan. Tiap ilmuan bersifat terbatas dalam tingkat keilmuan
sekarang di mana konsep, data,
pengalaman, nilai dan idea bersifat terbatas pula. Keterbatasan ini mempu
menjelaskan bahwa ilmu tidak bisa memecahkan seluruh permasalahan manusia.
Walaupun begitu, sampai saat ini kiranya ilmu telah mampu memecahkan berbagai
hal. Jika masalah telah dirumuskan dengan baik hasil perumusan biasanya disebut
hipotesis. Hipotesis merupakan pernytaan pernytaan yang dapat diuji dengan
hubungan-hubungan sesuatu yang sedanag diselidiki yang mempunyai konsekuensi
yang dapat kita jabarkan secara deduktif. Dengan demikian maka langkah-langkah
lebih lanjut dalam penelaahan keilmuan adalah menguji hipotesis, baik secara
langsung, maupun secara tidak langsung, yakni dengan menguji konsekuensi yang
dijabarkan secara deduktif.
C.
Pengamatan
Ilmuwan
mengarahkan kegiatannya pada pengumpulan data melalui pengamatan yang cermat.
Dalam melakukan observasi, ilmuwan harus didukung oleh sarana dan fasilitas
yang memadai untuk itu. Selanjutnya, hasil observasi ini akan digagaskan dan
dikonsepkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan (Fios, 2013: 69).
Klasifikasi, pemberian nama dan penataan
sifat-sfat tertentu, merupakan bagian yang penting dari bagaimana caranya para
ilmuan melakukan pengataman dan deskripsi. Ahli ilmu sosial menghadapi masalah
yang rumit dalam klasifikasi karena banyak hal yang pokok dalam bidang
penelitianya, yakni manusia dan masyraakat ternyata telah mempunyai nama dan
klasifikasi umum dalam bahasa sehari-hari. Umpamanya, dalam pernyataan mengenai
masalah rasial maka persepsi umum, pemikiran dan bahasa seharihari telah
menamakan negro Amerika di dasarkar pada warna kulitnya serta
mengkalisfikasinya sebagai seseorang yang lebih rendah tingkatnya di mata
hukum, pendidikan dan hampir dalam setiap indeks kehidupan di Amerika Serikat.
Jiak seorang ahli ilmu sosial mulai meneliti masalah ini secara lebih teliti,
mereka menemukan bahwa klisfikasi semacam ini yang dibuat oleh masyarakat tadi
akan mendiring terjadinya kerusuhan rasial dan sama sekali tidak cocok untuk
tujuan keilmuan. Karena itu, maka klsifikasi sosial seorang ahli ilmu sosial
akan berlainan dengan apa yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia kebanyakan berfikir dalam
bahasa, semua cabang ilmu pengetahuan mencoba mengembangkan bahasa khusus untuk
mengamati dan menguraikan aspek-aspek yang lebih luas yang dapat dicakup dalam
teknis keilmuan. Tidak satu pun dari komponen ilmu yang tidak tergantung
komponen lainnya. Baik dalam tahapan permulaan di mana dirumuskan atau sesudah
hipotesis diajukan, maupun dalam langkah-langkah selanjutnya seperti persiapan
pengumpulan data, prosedur keilmuan membutuhkan adanya langkah perantara. Satu
langkah perantara umpamanya adalah memeriksa apakah masalah kita telaah itu
memang ada.
Langkah perantara yang lain adalah
memikirkan metode mana yang akan dipakai dalam pemngujia hipotesis dengan
mempeerhatikan waktu, ongkos, tenaga kerja dan efisiensi dari tiap-tiap metode
yang mungkin dapat diterapkan. Ilmu memberikan rencana dan struktur kegiatan
keilmuan, namun dasar-dasar penelaahan tersebut harus dilandakan secara teliti
untuk mendpatkan hasil yang diharapkan.
D.
Pengukuran
Melalui
proses ini, ilmuwan menyusun atau mengklasifikasikan fakta/data dalam kelompok,
jenis, kelas, sifat, ciri, dan lain-lain. Di sini seorang ilmuwan sebenarnya
melalukan identifikasi, analisis, dan klasifikasi untuk membedakan data-data
yang relevan dari data yang tidak relevan. Proses pemisahan antara data yang penting
dari yang tidak penting, serta perlu dari yang tidak perlu dilakukan pada tahap
ini (Fios, 2013: 70).
Hampir semua metode keimuan memerlukan
pengukuran. Pengukuran bearti membandingkan suatu objek tertentu dan memberi
angka kepada objek tersebut menurut cara-cara tertentu. Meskipun terdapat
paling tidak enam cara pengukuran, namun para ahli ilmu sosaial kebanyakan
mempergunakan dua tife perbandingan, yakni ordinal dan kardinal. Perbandingan
ordinal adalah perbandingan yang meletakan benda-benda dalam urutan ditinjau
dari segi tertentu. Sedangkan perbandingan kardinal mempergunakan bilangan
penghitung.
Ilmu mempergunakan kedua cara
perbadingan tersebut untuk menjaga ketelitian juga dipergunakan cara ketiga
yakni satuan pengukuran. Jika kita ingin membandingkan, ukuran otak manusia dan
binatang maka kita akan memudahkan untuk menjajarkan untuk diukur. Karena itu
satuan pengukuran harus ditetapkan umpamanya sistem metrik yang dapat
dipergunakan dalam ilmuan untuk mengukur dan mencatat perbandingan kemudian.
Sekali unit pengukuran telah ditetapkan maka perbandingan kardinal dan ordinal
dapat dilakukan dengan mudah. Untuk berbagai hal, seperti untuk memberikan
penilaian terhadap guru pengukuran ordinal dapat dilakukan. Untuk tinjauan lain
seperti kegiatan yang dilakuakan Biro Pusat Stastitik, maka pengukuran kardinal
sudah cukup. Di samping itu besaran pengukuran seperti rupiah, meskipun memang
kurang teliti masih tetap memnuhi syarat untuk berbagai tujuan. Semantara itu
ahlai ilmu-ilmu sosial terus melanjutkan usahanya untuk mengembangkan besaran
pengukuran untuk aspek-aspek yang penting seperti intelegensi dan interaksi
sosial.
E.
Peramalan
Ilmuwan
melakukan uji terhadap ramalan-ramalan (hipotesis) melalui pengamatan atas fakta-fakta
percobaan. Keputusan terakhir bergantung pada fakta. Jika fakta ternyata tidak
mendukung hipotesis, maka hipotesis harus digantikan dengan hipotesis lain dan
kegiatan ilmiah dimulai lagi dari awal. Itu berarti data empiris sangat
menentukan benar tidaknya sebuah hipotesis (Surajiyo dalam Fios, 2013:70).
Kebanyakan ilmuan belum puas kalau
hipotesis yang diajuakannya tidak sahkan kebenaranya dengan cara yang
memungkinkan adanya ramalan dan kontrol. Seperti dapat diduga, keragaman ilmu
menyebabkan terdpatnya berbagai masalah dalam mengemukakan ramalan kontrol,
yang disebabkan masalah dan penjelasan masing-masing berbeda. Berikut ini
macam-macam ramalan.
1.
Hukum, satu
di antara yang tertua yang dicari oleh ilmuan adalah hukum. Hukum dalam ilmu
sosial berarti beberapa keteraturan yang fundamental yang dapat diterpakan
kepada hakekat manusia. Dalam ilmu alam, hukum grafitasi umpamnya merupakan
contoh yang sering dipakai dalam menjeaskan ramalan tersebut. Hukum yang dicari
oleh para ilmu sosial adalah bentuk yang dapat meramalkan dalam cara-cara
seperti tampak di bawah ini.
2.
Proyeksi,
bentuk ramalan yang lain dapat didasarkan atas ekstrapolasi atau proyeksi.
Ramalah seperti ini mempelajari kejadian terdahulu dan membuat pertanyaan
tentang hari depan didasarkan kejadian tersebut. Dibidang ilmu-ilmu sosial
memproyeksikan masa lalu atau dengan kata lain meramalakan masa depam
berdasarkan masa lalu sering lebih berhasil untuk jangka waktu yang relatif
pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang relatif panjang. Ramalan seperti
ini juga sering memgunakan faktor peluang.
3.
Struktur,
ramalan juga dapat didasarkan atas struktur dari benda atau intuisi atau
manusia yang bersangkutan. Tiap manusia yang menempuh karir dalam angkatan
bersenjata dapat diharapkan untuk mendapat kenaikan pangkat dari tamtama menjadi
kopral lalu naik menjadi sersan dan sebagainya. Kenaikan ini terjadi, karena
dalam strukutur angkatan bersenjata, kenakian pangkat dalam kenyataannya memang
kebanyakan dilakukan seperti itu.
4.
Institusional,
masih dalam rumusan dalam struktur adalah ramalan yang berdasarkan cara suatu
intitusi beroperasi. Seorang ahli ilmu sosial bangsa Amerika, Ruth Benebicp,
waktu perang dunia kedua diminta oleh Departemen Penerangan Amerika Serikat
untuk mempelajari bangsa Jepang. Dia tidak mengenak bangsa itu dan dia tidak
pernah berkunjung ke Jepang. Namun dengan menyelidiki institusi-instisui
sosialnya, dia dapat meramalkan secara sangat tepat, bagaima kelakuan bangsa
Jepang bila mereka dikalahkan, serta bagaimana cara angkatan bersenjata Amerika
harus bertindak untuk mengontrol kelakuan tersebut, ahgar selaras dengan apa
yang dikehendaki oleh Amerika.
5.
Masalah, cara ramalan yang lain adalah didasarkan pada
penentuan masalah apa yang dihadapi oleh manusia dan masyarakatnya. Jika negara
seperti India, dengan penduduknya yang melebihi setengah bilyun jiwa, tidak
dapat meningkatkan produksi pangannya maka bukan sesuatu yang masuk akal bila
bahwa masalah gawat yang mungkin akan dihadapinya adalah kekurangan pangan.
Jadi, dalam hal-hal tertentu adalah mungkin bagi kita untuk meramalkan
berdasarkan penentuan masalah apa yang menonjol.
6.
Tahap, terdapat
cara lain untuk meramalkan sesuatu yang berdasarkan tahap dari suatu
perkembangan yang berurutan. Dalam biologi hal ini merupakan ramalan yang
umumnya digunakan, dan ternyata merupakan sesuatu yang sangat tepat. Biji yang
diberi makanan dengan baik akan tumbuh dalam tahap-tahap yang dapat dirumuskan
dengan jelas. Kadang-kadang hal ini dapat berlaku untuk manusia, sebagaimana
umpamanya perkembangan anak waktu dia mulai belajar berjalan dan berkata-kata.
Beberapa ahli ilmu sosial bahkan telah mencoba menerapkan ramalan seperti ini
kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan mempertahankan pendapat umpamanya,
bahwa negara-negara yang sedang berkembang harus mulai dengan industri berat
jika mereka ingin maju atau seperti apa yang telah dikemukakan beberapa ahli
sejarah bahwa sesuatu masayarakat itu tumbuh lalu runtuh.
7.
Utopia, cara
ramalan yang terakhir dalam ilmu dalam utopia. Dalam cara semacam ini, ilmuan
membayangkan apa yang mungkin terdapat atau terjadi berdasarkan pengetahuan
yang kita ketahui sekarang. Mereka kemudian meramalakan berdasarkan pengetahuan
teoritis di atas. Para ilmuan telah membayangkan perjalanan ke antariksa jauh
sebelum hal ini dapat dilakukan manusia. Bulan yang mengelilingi planet Jupiter
adanya telah diramalkan berdasarkan pengetahuan teoritis waktu itu sebelum
ditemukan telescope yang cukup kuat untuk melihatnya dengan mata kepala
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Fios,
Frederikus. 2013. Pengantar Filsafat Ilmu
dan Logika. Jakarta: Selemba Humanika.
Suriasumantri,
Jujun S. 2013. Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
0 comments:
Post a Comment