Sunday 14 June 2015

Filsafat Ilmu: Struktur Ilmu

 Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum).  Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus.  Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.

Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu pengetahuan ilmiah).
Ilmu merupakan satu di antara hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya. Lebih dari seribu tahun, lewat berbagai zaman dan kebudayaan ketika manusia merenung dalam-dalam tentang apa arti  menjadi seorang manusia, secara lambat laun mereka sampai pada kesimpulan bahwa mengetahui kebenaran adalah tujuan yang paling utama dari manusia. Perkembangan ilmu pada waktu lampau dan sekarang merupakan jawaban dari rasa keinginan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tetapi masih terdapat jarak yang jauh antara akhir tujuan itu dan posisi sekarang. Ilmu meliputi baik pengetahuan bauk cara yang di kembangkan manusia dalam mencapai tujuan tersebut. Baik pengetahuan (yang merupakan produk ilmu) maupun cara (proses ilmu) terdiri dari berbagai jalan dan langkah. Metode-metode keilmuan telah dikembangkan untuk membimbing kita dalam perjalanan ini.
Ilmu dapat dianggap seabagai suatu sistem yang menghasilkan kebenaran seperti juga sistem-sistem yang lainnya yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Komponen utama dari sistem ilmu yaitu perumusan masalah, pengamalan daan deskripsi, penjelasan, ramalan dan kontrol.
A.    Metode Keilmuan
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Dewasa ini, terorbit banyak metode ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam usaha pencarian kebenaran ilmu. Metode-metode tersebut senantiasa baru sambil disesuaikan dengan tuntutan dan dinamika zaman yang terus berubah. Walaupun bervariasi keseluruhan metode itu tetap konsisten pada ikhtiar untuk memperoleh hasil akhir pengetahuan yang berkarakter ilmiah. Oleh karena itu, kita akan melihat metode ilmiah yang bersifat umum dan metode penyelidikan khusus di bidang ilmiah (Fios, 2013: 70-71).
B.     Perumusan Masalah
Penyelidikan ilmiah model apapun biasanya diawali dengan perumusan masalah secara tepat dan jelas. Rumusan itu hendaknya terbentuk pertanyaan sebagai pegangan bagi ilmu dalam mencari data. Jika masalah tidak dirumuskan dengan baik dipastikan seorang peneliti atau ilmuwan akan mengalami disorientasi dalam melakukan aktivitas keilmuannya (Fios, 2013: 69).
Sering dikatakan bahwa hal yang paling penting dalam penelaahan keilmuan adalah perumusan masalah dengan baik. Dalam sejarah ilmu, kemajuan yang penting sering terjadi disebabkan orang merumusakan masalah yang lama dalam perumusan baru dalam usahanya untuk mencari pemecahan yang lebih baik. Akan tetapi, kita tidak tahu dengan tepat memilih masalah yang berguna dalam ilmu. Masalah ini merupakan satu di antara segi yang kurang dimengerti dalam menelaah keilmuan. Walaupun begitu, kita harus menyadari bahwa tidak semua masalah adalah tempat bagi ilmu. Umpamanya, “apakah bulan terbuat dari keju hijau ?” jelas bukan suatu masalah yang tepat dianggap oleh para ilmuan telah dirumusakan secara baik, maupun bahwa asaalh itu secara keilmuan ada gunanya. Perkembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini dapat memberi kita pengarahan mengenai karakteristik dan cara pemilihan masalah keilmuan.
Satu cara yang biasaya dilakuakan dalam menemukan dan merumuskan masalah dalam persepsi kita untuk menghadapi kesulitan tertentu. Kita bisa merasakan, umpamanya bahwa kita mengalami kesukaran ketika pulang pergi ke tempat pekerjaan dan kita pun mulai merumusakan masalah pengangkutan, atau mungkin kita melihat adanya kontradiksi dari dua orang ilmuan bagi kita yang merupakan masalah. Kita melihat adanya perebedaan antara hal-hal yang kita percayai dengan apa yang kita lihat atau kita mencatat adanaya kenaikan harga dan bertanya-tanya; di mana pertanyaan ini merupakan masalah.
Merasakan adanya kesukaran juga bisa terjadi bila kita ingin melakuakan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan. Bisa saja terjadi bahwa kita tidak mampu mengidentifikasikan sebuah objek atau sirkulasi yang menarik perhatian kita. Kesukaran yang bisa dirasakan sendiri bila kita ingin mengerti seseorang namun tak dapat melakukannya, umpamanya, seperti hal yang mungkin terjadi antara oarng tua dan anaknya yang sedang remaja. Kesulitan seperti ini dapat kita rasakan bila kita menghadapi suatu kejadian yang tidak diharapkan seperti depresi ekonomi yang mengancam umat manusia.
Masalah yang spesifik kebanyakan ditemukan oleh para ilmuan sendiri. Satu di antara syarat utama dalam hubungan antara ilmuan dengan masalah yang sedang dihadapi adalah bahwa dia menyimpan perhatian yang sangat besar kepada masalah tersebut. Sayang sekali,  sejarah ilmuan ditandai dengan banyaknya peneliti yang kurang menyimpan minat kepada masalah yang sedang ditelitiya. Defenisi yang tepat minat terhadap masalah yang sedang dihadapi adalah sukar untuk disusun. Walaupun begitu dapat kita katakan bahwa karya ilmuan yang terbaik biasanya ditandai dengan api kastrad yang menyala-nyala yang menyinari ilmuan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
1.      Persyaratan masalah keilmuan
Ciri yang ideal dari masalah keilmuan adalah bahwa masalah itu penting. Masalah keilmuan mungkin penting disebabkan karena beberapa hal. Pertama, maslah itu penting karena dalam pemecahanya berguna. Masalah keilmuan adalah penting bila masalah menghubungkan masalah dalam satu kesatuan pengetahun yang sebelumnya dianggap berdiri sendiri.
Penilaian suatu masalah itu penting atau tidaknya masih merupakan suatu yang bersifat individual dalam ilmu disebakan karena kita belum mempunyai aturan yang spesifik tentang perumusan masalah. Para ilmuan biasanya meneliti masalah yang menurut anggapan mereka adalah penting. Kebanyakan dari mereka membiarkan dari orang lain mengerjakan dari apa yang dianggapnya penting. Ilmu bersifat demokratis dalam berbagai hal seperti juga tampak dalam keadaan di atas.
Setiap orang merdeka untuk menempuh jalanya sendiri asalkan tujuannya adalah kebenaran dan ia mengikut prosedur yang berlaku dalam kegiatan keilmuan. Beragam-ragam masalah yang dikerjakan dalam ilmu seperti juga beragam-ragamnya para ilmuan yang berkarya dalam bidang keilmuan, akan menjamin bahwa setiap masalah yang penting akhirnya akan dikerjakan oleh seseorang. Kiranya tampak dengan jelas bahwa ilmu berkembang kesemua jurusan.
Ciri yang lain dari sebuah masalah dalam ilmu adalah bahwa masalah itu mesti dapat dijawab dengan jelas atau dengan perkataan lain bahwa sebuah masalah tidak dapat dirumusakan sedemikian rupa sehingga beberpa pun jumlah jawaban yang diberikan akan tetap memenuhi syarat. Ciri selajutnya dari masalah keilmuan adalah bahwa tiap jawaban terhadap setiap permasalah itu mesti dapat diuji oleh orang lain. Artinya tiap ilmuan yang mengajukan pertanyaan yang mana akan mendapatkan jawaban yang sama pula.
2.      Ciri-ciri lain dari masalah keilmuan
Sebuah masalah keilmuan juga harus dirumuskan sedikian rupa sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif. Objektif artinya bahwa data dapat tersedia untuk menelaah keilmuan tanpa ada hubungannya dengan karakteristik individual dari seorang keilmuan.
Ciri yang paling penting dari maslah keilmuan adalah bahwa masalah itu harus dapat dijawab lewat penelaahan keilmuan di mana tersedia data secara nyata atau secara potensial. Pertanyaan seperti “apakah yang akan terjadi apabila setiap orang mempunyai 1 juta Dolar ?” belum cocok untuk kegiatan keilmuan saat ini. Tidak mungkin bagi kita untuk melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan ini. Namun harus dilandaskan bahwa tidaklah berarti semua pertanyaan yang bersifat spekulatif adalah tidak penting, sebab sering sekali terjadi bahwa masalah seperti itu justru memang penting. Umpannya, “apakah negara-negara yang dalam zaman modern mampu hidup tanpa peperangan ?” jelas merupakan masalah yang peting bagi seluruh kemanusian, namun karena masalah ini tidak bisa dibentuk sedemikian rupa sehingga penelitian empiris dapat menjawabnya, maka hal ini tidak dapat dianggap sebagai pertanyaan keilmuan yang telah dirumusakan secara baik.
Masalah keilmuan juga harus mengandung unsur pengukuran dan definisi dari variabel yang terdapat dalam masalah tersebut. Jika hal ini tidak dicantumkan secara eksplisit maka keadaan ini merupakan kekurngan dari suatu maslah keilmuan dalam dua hal. Pertama, tanap adanya ukuran dan definisi maka orang lain tidak dapat menguji hasilnya. Kedua, ilmu tidak mengizinkan pengukuran dan definisi yang bersifat pribadi dari seorang keilmuan.
Perumasan masalah merupakan titik tolok dari penelaahan keilmuan. Tiap ilmuan bersifat terbatas dalam tingkat keilmuan sekarang di mana  konsep, data, pengalaman, nilai dan idea bersifat terbatas pula. Keterbatasan ini mempu menjelaskan bahwa ilmu tidak bisa memecahkan seluruh permasalahan manusia. Walaupun begitu, sampai saat ini kiranya ilmu telah mampu memecahkan berbagai hal. Jika masalah telah dirumuskan dengan baik hasil perumusan biasanya disebut hipotesis. Hipotesis merupakan pernytaan pernytaan yang dapat diuji dengan hubungan-hubungan sesuatu yang sedanag diselidiki yang mempunyai konsekuensi yang dapat kita jabarkan secara deduktif. Dengan demikian maka langkah-langkah lebih lanjut dalam penelaahan keilmuan adalah menguji hipotesis, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung, yakni dengan menguji konsekuensi yang dijabarkan secara deduktif.
C.    Pengamatan
Ilmuwan mengarahkan kegiatannya pada pengumpulan data melalui pengamatan yang cermat. Dalam melakukan observasi, ilmuwan harus didukung oleh sarana dan fasilitas yang memadai untuk itu. Selanjutnya, hasil observasi ini akan digagaskan dan dikonsepkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan (Fios, 2013: 69).
Klasifikasi, pemberian nama dan penataan sifat-sfat tertentu, merupakan bagian yang penting dari bagaimana caranya para ilmuan melakukan pengataman dan deskripsi. Ahli ilmu sosial menghadapi masalah yang rumit dalam klasifikasi karena banyak hal yang pokok dalam bidang penelitianya, yakni manusia dan masyraakat ternyata telah mempunyai nama dan klasifikasi umum dalam bahasa sehari-hari. Umpamanya, dalam pernyataan mengenai masalah rasial maka persepsi umum, pemikiran dan bahasa seharihari telah menamakan negro Amerika di dasarkar pada warna kulitnya serta mengkalisfikasinya sebagai seseorang yang lebih rendah tingkatnya di mata hukum, pendidikan dan hampir dalam setiap indeks kehidupan di Amerika Serikat. Jiak seorang ahli ilmu sosial mulai meneliti masalah ini secara lebih teliti, mereka menemukan bahwa klisfikasi semacam ini yang dibuat oleh masyarakat tadi akan mendiring terjadinya kerusuhan rasial dan sama sekali tidak cocok untuk tujuan keilmuan. Karena itu, maka klsifikasi sosial seorang ahli ilmu sosial akan berlainan dengan apa yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia kebanyakan berfikir dalam bahasa, semua cabang ilmu pengetahuan mencoba mengembangkan bahasa khusus untuk mengamati dan menguraikan aspek-aspek yang lebih luas yang dapat dicakup dalam teknis keilmuan. Tidak satu pun dari komponen ilmu yang tidak tergantung komponen lainnya. Baik dalam tahapan permulaan di mana dirumuskan atau sesudah hipotesis diajukan, maupun dalam langkah-langkah selanjutnya seperti persiapan pengumpulan data, prosedur keilmuan membutuhkan adanya langkah perantara. Satu langkah perantara umpamanya adalah memeriksa apakah masalah kita telaah itu memang ada.
Langkah perantara yang lain adalah memikirkan metode mana yang akan dipakai dalam pemngujia hipotesis dengan mempeerhatikan waktu, ongkos, tenaga kerja dan efisiensi dari tiap-tiap metode yang mungkin dapat diterapkan. Ilmu memberikan rencana dan struktur kegiatan keilmuan, namun dasar-dasar penelaahan tersebut harus dilandakan secara teliti untuk mendpatkan hasil yang diharapkan.
D.    Pengukuran
Melalui proses ini, ilmuwan menyusun atau mengklasifikasikan fakta/data dalam kelompok, jenis, kelas, sifat, ciri, dan lain-lain. Di sini seorang ilmuwan sebenarnya melalukan identifikasi, analisis, dan klasifikasi untuk membedakan data-data yang relevan dari data yang tidak relevan. Proses pemisahan antara data yang penting dari yang tidak penting, serta perlu dari yang tidak perlu dilakukan pada tahap ini (Fios, 2013: 70).
Hampir semua metode keimuan memerlukan pengukuran. Pengukuran bearti membandingkan suatu objek tertentu dan memberi angka kepada objek tersebut menurut cara-cara tertentu. Meskipun terdapat paling tidak enam cara pengukuran, namun para ahli ilmu sosaial kebanyakan mempergunakan dua tife perbandingan, yakni ordinal dan kardinal. Perbandingan ordinal adalah perbandingan yang meletakan benda-benda dalam urutan ditinjau dari segi tertentu. Sedangkan perbandingan kardinal mempergunakan bilangan penghitung.
Ilmu mempergunakan kedua cara perbadingan tersebut untuk menjaga ketelitian juga dipergunakan cara ketiga yakni satuan pengukuran. Jika kita ingin membandingkan, ukuran otak manusia dan binatang maka kita akan memudahkan untuk menjajarkan untuk diukur. Karena itu satuan pengukuran harus ditetapkan umpamanya sistem metrik yang dapat dipergunakan dalam ilmuan untuk mengukur dan mencatat perbandingan kemudian. Sekali unit pengukuran telah ditetapkan maka perbandingan kardinal dan ordinal dapat dilakukan dengan mudah. Untuk berbagai hal, seperti untuk memberikan penilaian terhadap guru pengukuran ordinal dapat dilakukan. Untuk tinjauan lain seperti kegiatan yang dilakuakan Biro Pusat Stastitik, maka pengukuran kardinal sudah cukup. Di samping itu besaran pengukuran seperti rupiah, meskipun memang kurang teliti masih tetap memnuhi syarat untuk berbagai tujuan. Semantara itu ahlai ilmu-ilmu sosial terus melanjutkan usahanya untuk mengembangkan besaran pengukuran untuk aspek-aspek yang penting seperti intelegensi dan interaksi sosial. 
E.     Peramalan
Ilmuwan melakukan uji terhadap ramalan-ramalan (hipotesis) melalui pengamatan atas fakta-fakta percobaan. Keputusan terakhir bergantung pada fakta. Jika fakta ternyata tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis harus digantikan dengan hipotesis lain dan kegiatan ilmiah dimulai lagi dari awal. Itu berarti data empiris sangat menentukan benar tidaknya sebuah hipotesis (Surajiyo dalam Fios, 2013:70).
Kebanyakan ilmuan belum puas kalau hipotesis yang diajuakannya tidak sahkan kebenaranya dengan cara yang memungkinkan adanya ramalan dan kontrol. Seperti dapat diduga, keragaman ilmu menyebabkan terdpatnya berbagai masalah dalam mengemukakan ramalan kontrol, yang disebabkan masalah dan penjelasan masing-masing berbeda. Berikut ini macam-macam ramalan.
1.      Hukum, satu di antara yang tertua yang dicari oleh ilmuan adalah hukum. Hukum dalam ilmu sosial berarti beberapa keteraturan yang fundamental yang dapat diterpakan kepada hakekat manusia. Dalam ilmu alam, hukum grafitasi umpamnya merupakan contoh yang sering dipakai dalam menjeaskan ramalan tersebut. Hukum yang dicari oleh para ilmu sosial adalah bentuk yang dapat meramalkan dalam cara-cara seperti tampak di bawah ini.
2.      Proyeksi, bentuk ramalan yang lain dapat didasarkan atas ekstrapolasi atau proyeksi. Ramalah seperti ini mempelajari kejadian terdahulu dan membuat pertanyaan tentang hari depan didasarkan kejadian tersebut. Dibidang ilmu-ilmu sosial memproyeksikan masa lalu atau dengan kata lain meramalakan masa depam berdasarkan masa lalu sering lebih berhasil untuk jangka waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang relatif panjang. Ramalan seperti ini juga sering memgunakan faktor peluang.
3.      Struktur, ramalan juga dapat didasarkan atas struktur dari benda atau intuisi atau manusia yang bersangkutan. Tiap manusia yang menempuh karir dalam angkatan bersenjata dapat diharapkan untuk mendapat kenaikan pangkat dari tamtama menjadi kopral lalu naik menjadi sersan dan sebagainya. Kenaikan ini terjadi, karena dalam strukutur angkatan bersenjata, kenakian pangkat dalam kenyataannya memang kebanyakan dilakukan seperti itu.
4.      Institusional, masih dalam rumusan dalam struktur adalah ramalan yang berdasarkan cara suatu intitusi beroperasi. Seorang ahli ilmu sosial bangsa Amerika, Ruth Benebicp, waktu perang dunia kedua diminta oleh Departemen Penerangan Amerika Serikat untuk mempelajari bangsa Jepang. Dia tidak mengenak bangsa itu dan dia tidak pernah berkunjung ke Jepang. Namun dengan menyelidiki institusi-instisui sosialnya, dia dapat meramalkan secara sangat tepat, bagaima kelakuan bangsa Jepang bila mereka dikalahkan, serta bagaimana cara angkatan bersenjata Amerika harus bertindak untuk mengontrol kelakuan tersebut, ahgar selaras dengan apa yang dikehendaki oleh Amerika.
5.      Masalah,  cara ramalan yang lain adalah didasarkan pada penentuan masalah apa yang dihadapi oleh manusia dan masyarakatnya. Jika negara seperti India, dengan penduduknya yang melebihi setengah bilyun jiwa, tidak dapat meningkatkan produksi pangannya maka bukan sesuatu yang masuk akal bila bahwa masalah gawat yang mungkin akan dihadapinya adalah kekurangan pangan. Jadi, dalam hal-hal tertentu adalah mungkin bagi kita untuk meramalkan berdasarkan penentuan masalah apa yang menonjol.
6.      Tahap, terdapat cara lain untuk meramalkan sesuatu yang berdasarkan tahap dari suatu perkembangan yang berurutan. Dalam biologi hal ini merupakan ramalan yang umumnya digunakan, dan ternyata merupakan sesuatu yang sangat tepat. Biji yang diberi makanan dengan baik akan tumbuh dalam tahap-tahap yang dapat dirumuskan dengan jelas. Kadang-kadang hal ini dapat berlaku untuk manusia, sebagaimana umpamanya perkembangan anak waktu dia mulai belajar berjalan dan berkata-kata. Beberapa ahli ilmu sosial bahkan telah mencoba menerapkan ramalan seperti ini kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan mempertahankan pendapat umpamanya, bahwa negara-negara yang sedang berkembang harus mulai dengan industri berat jika mereka ingin maju atau seperti apa yang telah dikemukakan beberapa ahli sejarah bahwa sesuatu masayarakat itu tumbuh lalu runtuh.
7.      Utopia, cara ramalan yang terakhir dalam ilmu dalam utopia. Dalam cara semacam ini, ilmuan membayangkan apa yang mungkin terdapat atau terjadi berdasarkan pengetahuan yang kita ketahui sekarang. Mereka kemudian meramalakan berdasarkan pengetahuan teoritis di atas. Para ilmuan telah membayangkan perjalanan ke antariksa jauh sebelum hal ini dapat dilakukan manusia. Bulan yang mengelilingi planet Jupiter adanya telah diramalkan berdasarkan pengetahuan teoritis waktu itu sebelum ditemukan telescope yang cukup kuat untuk melihatnya dengan mata kepala sendiri. 

DAFTAR PUSTAKA
Fios, Frederikus. 2013. Pengantar Filsafat Ilmu dan Logika. Jakarta: Selemba Humanika.

Suriasumantri, Jujun S. 2013. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


0 comments:

Post a Comment

 
© 2013 PENERBIT ALOY | Designed by Making Different | Provided by Techvela | Powered by Blogger